Rabu, 14 Juni 2017

Latihan PoV3 (CERMIN)



PoV atau Point of View dalam bahasa indonesia artinya sudut pandang. Kali ini Radit tunjukkan untuk yang PoV 3 atau sudut pandang orang ketiga. sebenarnya ada tiga jenis tapi Radit hanya memberikan dua saja yaitu sebagai berikut:

PoV 3 Terbatas.

 Ini adalah hari pertamannya masuk sekolah SMA. Pagi sekali Ia berangkat dari rumah diantar oleh sopir. Ia turun dari mobil  dan menatap Gerbang yang megah bertuliskan nama sekolahnya. Sekolah ini masih terlihat asing baginya. Walaupun sudah 2 kali Ia kemari untuk keperluan pendaftaran,  Atau setidaknya ada yang melindunginya dari orang-orang asing yang tak tahu niat buruknya.
Sekarang Ia sendiri, harus menyesuaikan diri lagi yang sebelumya sempat terbiasa di waktu SMP. Di masa SMA ini ia bersama keluarganya pindah keluar kota dari tempat tinggal semasa SMP dulu. Hal itu malah membuatnya lebih menyesuaikan lagi dari tempat tinggal yang baru.
Ketika ia melangkah pertama kali memasuki gerbang sekolah. Ia memandangi sekeliling halaman sekolah yang masih sepi. Hanya beberapa anak yang ia temui dengan mengenakan seragam putih abu-abu terlihat sedikit pudar. Apa mungkin mereka ingin berteman dengannya? Baginya adalah sebuah hal yang tidak mungkin.


PoV 3 Mata Tuhan.


Pelangi begitu indah di ujung pantai. Aneh baginya menatap pelangi yang muncul di atas lautan yang tenang. Burung-burung berkicau merdu di atas kepalanya. Tapi, pasir pantai perlahan menenggelamkan kakinya. Angin terus menghembus, kesana-kemari tak tahu arah, dimana laut tenang angin lah yang paling rebut.
Sama halnya dengan hatinya yang kacau seperti untaian benang yang semerawut tak tahu ujungnya. Masalahnya enggan meninggalkan otaknya yang mulai memanas. Tangannya mulai memerah karena meremas kertas foto bergambarkan orang yang ia cintainya. Hatinya masih tak menyangka bahwa orang yang dicintainya rela menghianatinya.
Teman-temannya tak berani mendekat. Mereka takut bahwa ia akan semakin nekat berjalan ke tengah laut menenggelamkan dirinya sendiri. laut yang tenang sangat cocok utuk menenggelamkan diri tanpa susah payah menerjang omnak. Ntah kenapa air laut begitu tenang tak seperti hatinya yang kacau berantakan.

Sabtu, 17 Desember 2016

Pasukan Semut Gubuk Ilmu (CERPEN)



Pasukan Semut Gubuk Ilmu
            “boni kenapa kamu kesini, pulang cepat!  bantu emak jualan di pasar” seorang perempuan paruh baya menarik seorang anak yang berada dalam ruangan seperti gubuk reot beratapkan jerami.
            “boni pingin sekolah mak” boni menangis merengek, tapi kalah atas amarah emaknya.
            Bu Rina hanya bisa diam kejadian seperti itu sering terjadi percuma saja jika bu Rina membantu Boni untuk tetap berada pada ruangan itu malah semakin membuat amarah emaknya bertambah satu level. Teman-temannya hanya bisa melihatnya saja tanpa bisa membantu.
            Boni memang ingin belajar di ruangan itu. Tapi, atas keinginan emaknya untuk membantunya berjualan di pasar, boni tidak bisa berkutik. Sering sekali boni kabur untuk menyempatkan pada ruangan gubuk itu. Namun, selalu tak beruntung.
            Gubuk itu seluas 3x4 meter dengan temboknya yang terbuat dari kayu-kayu dengan bentuk dan ukuran serta jenis yang berbeda, gubuk 1 ruangan itu hanya berisikan 5 bangku dan 5  kursi panjang sehingga mereka duduk sesakan dan 1 buah papan tulis kapur yang sudah usang. Banyak ilmu yang sudah tersampaikan lewat gubuk itu, mulai dari ilmu agama sampai ilmu pengetahuan alam dan banyak ilmu tentang makna positif tentang sebuah cerita.
            15 belas anak termasuk boni, ingin sekali berlama-lama di gubuk itu mendengarkan dongeng dan cerita yang ujungnya bisa ditarik kesimpulan atas makna kehidupan. Cerita yang selalu diceritakan Bu Rina membuat 15 anak tadi semakin tertarik mengikuti pelajaran. Gubuk itu di beri nama ‘Gubuk Ilmu’.
Ikret…kret….sreeeet….tuk.
bu Rina menggoreskan kapur tulis ke papan hitam, membentuk sebuah kata ‘Semut’. Setelah emaknya boni keluar dari gubuk itu. “anak-anak coba baca tulisan di papan” teriak bu Rina agar 14 anak yang berada di dalam ruangan itu mendengarnya.
Anak-anak sulit sekali mengeja tapi bu Rina salalu sepenuh hati membantu mereka. “s-e se m-u mu t, semut…apa anak-anak?”
14 anak berteriak beriringan meniru perkataan bu Rina sedikit berusaha mengeja dengan benar.
“ada apa dengan semut ibu” teriak seorang anak yang mengacungkan tangan sambil berdiri, anak itu bertubuh kecil dengan kaos abu-abu yang longgar, Celo.
“ada yang tahu semut itu apa?”
“hewan bu” sahut anak yang berada di ujung paling belakang. “hewan pengigit bu” sahut anak yang berbeda di bangku depan. “hewan usil nakal penggangu bu” seorang anak bertubuh besar dengan rabut hitamnya. “itu mah kamu” seorang anak perempuan bersuara cempreng menyahuti perkataan anak bertubuh gemuk tadi, sontak seisi kelas tertawa riuh, memang anak yang bertubuh besar itu adalah anak paling usil se desa, namanya Rafi.
“sudah sudah… apa kalian tahu apa nilai positif yang dapat kita ambil dari tingkah laku semut” kata bu Rina lembut berusaha meredamkan tawa.
“kan semut itu nakal bu mana ada nilai positif yang dapat diambil” kata Rafi.
“jelas ada lah mana mungkin bu rina bertanya kalau tidak ada, iya kan bu?” sahut anak perempuan dengan suara cempreng bernama Rere.
“coba apa?” sahut Rafi mencibir Rere.
“apa yah?” jawab Rere sambil telunjuknya mengarah ke pelipisnya, berusaha berfikir. Tingkah pola Rere membuat seisi ruangan tertawa.
“saya tahu bu” teriak seorang anak yang mengacungkan tangan sambil berdiri. Semua mata terarah kepada anak itu. Yah dia adalah Celo, yang paling mengerti banyak hal dari semua temannya rasa ingin tahu yang kuat membuat Celo mengerti banyak hal.
“cobak apa Celo?” tanya Bu Rina, seisi kelas memandang Celo lamat-lamat.
“kakek pernah cerita tentang tiga semut tangguh yang mencari makan di tempat yang jauh dari desanya…dari situ saya dapat mendapatkan nilai positif dari seekor semut…semut itu hewan yang tangguh, hewan yang sangat peduli dengan kawannya, semut juga suka sekali dengan gotong royong membawa cadangan makanan dari tempat yang jauh dibawa ke desanya”
“bagus celo.. tepuk tangan untuk celo” kata bu Rina. Semua bertepuk tangan untuk Celo.
“ibu tahu bagaimana cerita yang Celo katakan?” tanya Rere.
“ibu tahu dong itu cerita sudah lama saat ibu masih seumuran kalian”
“ayo ceritakan” seru Rere dan di sahut oleh beberapa anak yang sama antusiasnya dengan Rere.
“ibu ceritakan besok yah sekarang sudah sore waktunya kalian pulang nanti di rumah jangan lupa… apa anak-anak?”
“cium tangan ayah bunda” sahut anak-anak seisi gubuk berteriak beriringan.

Esoknya pukul 3 sore, Celo sangat bersemangat sekali karena adalah waktunya pergi ke-Gubuk Ilmu. Dengan membawa sebuah buku tulis dan sebuah pencil yang sangat kecil sekali. Sampai akhirnya di tempat dimana Gubuk Ilmu berada, Celo tidak menemukan Gubuk itu. Melainkan gubuk itu sudah rata dengan tanah hanya menyisakan 1 bangku yang masih kokoh di tengan rerutuhan gubuk.
Celo mersa sedih padahal bu Rina berjanji bahwa hari ini akan menceritakan cerita yang dulu pernah didengar lewat kakeknya. Siapa orang yang berani manghancurkan Gubuk Ilmu yang sudah 3 bulan Celo dan teman-temannya meraih ilmu di sana.
Sentuhan lembut di bahu Celo, sontak Celo memalingkan pandanganya untuk melihat siapa yang memegang bahunya. Yang memegang bahu Celo adalah bu Rina. Wajah bu Rina juga tampak sedih sekali. Menatap gubuk itu.
Penuh tanda tanya di kepala Celo siapa yang menghancurkan Gubuk Ilmu. Celo ingin bertanya kepada bu Rina atas apa yang terjadi pada Gubuk Ilmu.
“Bu Gubuk ilmu kenapa? Dan yang lain kemana bu?”
“Celo Gubuk Ilmu roboh karena tiang-tiangnya tidak kuat lagi menopang.. teman teman kamu mungkin sedang membantu orang tuanya”
“bukanya tianganya selalu di ganti oleh pak Rohman setiap bulannya dan tiang ini kan baru berjalan satu minggu mana bisa tingang itu bisa membuat gubuk ilmu roboh”
“tak semua tiang itu sekuat yang celo banyangkan”
“tapi setahu celo semua tiang itu kokoh bu”
“tampak luar memang kokoh tapi kita tak tahu dalamnya bagaimana”
“kenapa ibu tak minta pak kades untuk membangun gubuk kami bu?… ibu sudah berjanji akan bercerita tentang tiga semut tangguh”
“sudah lah kamu pulang saja membatu ibu Celo berjualan di pasar…kamu kan sudah tahu ceritanya bagaimana?”
“tapi yang lain kan tidak bu”
“kamu tahu nilai positif  dari semut?”
Celo mengingat kembali apa yang di akatakan kemarin, lalu Celo berlari meninggalkan bu Rina. Bu Rina tampak bingung. “Celo kamu mau kemana?”
“Celo mau cari teman-teman bu”
Celo berlari sekuat tenaganya menuju rumah temannya, yang pertama kali dia hampiri adalah rumah Rere, karena Rere adalah sahabat Celo.
“Rereeee…”
“iya…eh Celo kenapa?...sebentar kamu kenapa bawa buku tulis”
“tadi aku ke Gubuk Ilmu tapi gubuk ilmu roboh, kata bu Rina tiangnya tak kokoh”
“bukan begitu ceritanya cel…silakan masuk akan aku ceritakan di dalam bagaimna cerita sebenarnya”
“maksudnya?”
“sudahlah masuk dulu”
Celo dengan rasa sedikit penasaran, otaknya yang di penuhi pertanyaan apa maksud dari Rere bicara seperti itu. Celo pun masuk ke rumah Rere.
“duduk lah”
“ceritakan padaku Re?!”
“jadi begini…ibunya boni kemarin bicara kepada pak kades katanya Gubuk Ilmu membuat Boni berani kepada emaknya dan ibu Boni tidak setuju dengan berdirinya Gubuk Ilmu, sehingga pak Kades membuat langkah untuk menghancurkan gubuk itu supaya tidak ada pengaruh buruk kepada penerus bangsa”
“tapi kitakan di sana menemukan banyak ilmu…yang dikatakn emaknya Boni itu salah sangat salah sekali!”
“sudalah Cel tak ada gunanya prinsip emaknya Boni hanya satu, ingin anaknya membantunya di pasar”
“tapi bukan berarti harus menghancurkan Gubuk Ilmu”
“orang tuaku juga tidak setuju atas merobohkan Gubuk Ilmu tapi mau bagaimana lagi itu perintah dari pak kades”
“orang tuaku  juga pasti tidak…aku harus bicara kepada pak kades”
“sudahlah Cel tak ada gunanya kita ini masih umur sembilan tahun apalah daya pak kades tidak akan menggubrisnya”
“kalau begitu kita bangun kembali Gubuk Ilmu”
“Caranya?  kita hanya dua orang”
“kamu tahu nilai positif tingkah laku Semut?”
“yah aku tahu kemarin kamu bilang kan di gubuk”
“lah oleh sebab itulah aku ke rumah kamu Re”
“kita ajak siapa lagi Cel”
“Rafi..Siti…Romi…Tata dan yang lain…oh jangan lupa pak Rohman dan bu Rina”
“oke aku izin ke ayah ibu dulu yah”
Rere berpamitan kepada ayah ibunya, bahwa akan mencoba membangun kembali Gubuk Ilmu. Untungnya orang tua Rere setuju atas yang akan Celo dan Rere lakukan. Celo juga pamit kepada ayah bundanya responya mereka juga setuju.
Untuk pertama yang akan diajak adalah Rafi dia mungkin bisa membantu karena tubuhnya besar. Tetapi rumah Rafi kosong. Rere menyarankan mungkin Rafi di sawah membantu emak bapaknya. Rere dan Celo pun berlari menuju sawah emak bapak Rafi berada, dan benar adanya bahwa rafi telah berada di sana sedang duduk melihat emak bapaknya bekerja menanam padi.
“Raf sudah tahu tentang Gubuk Ilmu” teriak Rere sontak Rafi terkejut melihat Rere berada di sawah milik orang tuanya.
“tahu tadi emak cerita”
“ayo kita bangun kemabali”
“sudahlah kita kumpulin teman-teman nanti kita bangun kembali dengan sifat semut”
“sebentar sifat semut yang mana?” tanya Rafi yang sedikit bingung, dan mengingat-ingat. “oh aku tahu kita bangun Gubuk Ilmu dengan gotong royong”
“nah ayo pergi kita cari teman yang lain”
“emak bapak Rafi pergi dulu yah” teriak rafi agar orang tuanya mendengarnya
“mau kemana kamu?”
“mau cari pasukan semut” jawab Rafi. Dan orang tuanya tampak bingung. Begitu pula Rere dan Celo yang menatap Rafi bingung.
“kenapa?” tanya Rafi kepa Celo dan Rere.
“maksudnya” tanya Celo.
“anggap saja kita ini tiga semut tangguh yang mencari pasukan semut untuk membangun Gubuk Ilmu kembali…yah, walaupun sebenarnya aku tidak tahu cerita yang sebenarntya” jawab Rafi. Celo dan Rere geleng-geleng tak menyangka anak se usil Rafi memiliki otak yang di luar dugaan mereka. “kenapa diam ayo pergi!”
Teman-teman yang lain akhirnya terkumpul walaupun tak semuanya hanya 10 dari 15 anak yang terkumpul mereka akhirnya mencari pak Rohman di pasar dan mencari bu Rina ke rumahnya. Dengan sekuat tenaga meyakinkan pak Rohman dan bu Rina agar bisa membangun kembali Gubuk Ilmu.
Awalnya bu Rina dan pak Rohman tidak setuju tapi melihat semangat Celo, Rafi dan Rere serta teman-temanya membuat hati mereka luluh. Dengan seadanya uang yang terkumpul. Dari celengan Celo, Rafi dan Rere serta teman-temanya, dan tabungan pak Rohman dan bu Rina. Serta mengumpulkan dari sisa-sisa kayu dari Gubuk. Baru semua bahan terkumpul tapi waktu sudah menjelang malam mereka memutuskan untuk membangun kembali Gubuk besok pagi.
Esok paginya pukul 5 saat matahari belum tampak mereka sudah berkumpul di tanah bekas Gubuk Ilmu. Mereka bergotong royong membangun kembali Gubuk Ilmu. Rafi sanggup membawa 3 potong kayu sekaligus dibawanya sendiri. Sedangkan yang lain 3 potong kayu harus dibawa oleh 3 sampai 4 anak. Pak Rohman bagian memotong serta memalu keranggka gubuk. Sedangkan bu Rina serta anak perempuan. Membuat atap dari jerami yang disatukan serta sehingga terbentuk lembaran-lembaran, dari olembaran-lembaran itu bisa dibuat atap bangunan.
Seharian penuh mereka bergotong-royong membangun Gubuk Ilmu. Akhirnya Gubuk pun berdiri megah dari gubuk sebelumnya yang dulu telah roboh. Pak rohman juga telah membuat 15 bangku dengan 5 kursi panjang serta 1 bangku untuk meja guru. Kini kita tidak akan sempit-sempitan lagi belajar di Gubuk Ilmu.
Anak-anak bersuka ria masuk kedalam gubuk begitu juga pak Rohman dan Burina yang tersenyum melihat anak-anak bahagia. Gubuk Ilmu kembali terbangun.
“hancurkan gubuk itu?” suara dari seorang gerombolan orang dewasa di luar gubuk. Sontak anak-anak berhambur keluar melihat apa yang telah terjadi.
“ada apa ini” kata pak Rohman.
“halah kau sudah meracuni otak anak kita…” teriak sorang bapak dengan membawa celurit di tangannya “ siti sini cepat kemari” siti hanya diam dia tidak ingin meninggalkan Gubuk Ilmu. “tuh anak saya saja tak mau meninggalkan Gubuk sialan itu”
“siti cepat ke ayah kamu, kamu ingat pesan ibu dulu turuti kata orang tua kamu kalau itu benar” bu Rina membisik kepada siti.
“tapi..” sahut Siti. “sudahlah cepat”
Dengan berat hati siti menghampiri ayahnya.
“bakar gubuk itu” teriak seorang ibu dengan membawa sebuah obor di tanganya, sontak Celo dan teman-temanya merapat bersembunyi di belakang tubuh pak Rohman dan bu Rina.
“TUNGGU!!!”  teriak dari seorang pria paruh baya. Dia adalah ayah Celo. “jangan ada yang berani melangkah di tanah kakek kami”
Orang-orang tampak bingung. Dan amarah mereka sedikit meredam. Celo danteman-temannya masih bersembunyi di belakang tubuh pak Rohman dan bu Rina.
“biarkan mereka menempuh ilmu, di desa kita mana ada sekolah! lantas kalian bisa bayangkan bagaimana anak kalian kalau tanpa ilmu, hidup kalian tidak akan maju”
“tapi Rohman dan Rina mengajarkan ilmu yang benar apakah kalian tidak merasakan perbedaan setelah mereka pulang dari Gubuk Ilmu ini…” kata ayah Rere.
Orang-orang tampak berpikir.
“tidak kah anak kalian sepulang dari sini mencium tangan kalian dengan santun?..apakah itu salah?”
Mereka berbisik-bisik dan amarah mereka akhirnya mereda. “benar juga pak gubuk ini harus tetap berdiri” kata ayah Siti dan melapas Siti supaya kembali ke Gubuk.
Orang pergi dengan pikiran jernih. Celo dan teman-temanya berterimah kasih kepada ayah Celo begitu juga pak Rohman dan bu Rina.
Pukul 3 esok harinya mereka kembali berkumpul di Gubuk Ilmu 15 anak termasuk Boni yang sudah diberi izin oleh ibunya untuk kembali belajar di Gubuk Ilmu. Pak Kades juga setuju dan menjanjikan bahwa Gubuk Ilmu akan di bangun kembali, menjadi bangunan permanen. Nntinya akan dijadikan sekolah pertama di Desa.
Sesuai janji bu Rina dulu, bu Rina bercerita tentang 3 semut tangguh dan pasukan semut. Tanpa disadari 3 semut tangguh dan pasukan semut adalah Celo, Rafi dan Rere serta temannya untuk membangun Gubuk Ilmu.  
Selesai.

Rabu, 30 November 2016

Hujan Kenangan (CERPEN)

 Hujan Kenangan
Banyak yang beranggapan bahwa sesuatu yang sulit adalah mengharapkan sesuatu yang telah pergi untuk kembali lagi.
Aku ingin sekali keluargaku kembali seperti dulj lagi. Ketika hujan turun kita semua berkumpul di ruang tengah menatap perapian dan ditemani dengan secangkir teh hangat serta cerita dongeng dari ayah maupun ibu.
Kini semua telah menjadi sebuah kenangan. Aku kini tinggal bersama teman-temanku yang senasib denganku. Aku anak 9 tahun yang hidup tanpa kedua orang tua. Yah... aku anak yatim piatu yang selalu berharap akan bertemu dengan keluarga baru.
Tapi aku tak memperdulikan itu. Kini aku sudah berkumpul dengan orang yang senasip denganku dan merekalah keluargaku sekarang.

Saat hujan tiba sebagian dari keluar untuk bermain air hujan yang datang bebarengan dari atas awan. Berlari kesana-kemari mengungkapkan imanjinasi yang ada dipikiran kami. Ada juga sebagian anak bermain bola.
Tertawa yang lebar melepas semua cerita yang menjadi pahit itu. Tanpa ada beban. Hujan ini seperti seketika menghilangkan derita.
Tak pedulikan dingin yang menyelimuti tak peduli baju yang basah kuyup tak peduli air yang kotor menjadi lumpur karena tanah yang tercampur air.
Banyak yang kita temukan ketika kita bermain hujan di halaman. Tak jarang ada ikan-ikan kecil yang hanyut terbawa banjir kecil. Ada barang barang yang hilang bisa di temukan disini seperti kancing baju ntah milik siapa tergeletak di atas tanah sendiri, kancin sekecil itu bisa menjadi hal yang sangat luar biasa ketika imajinasi merajalela.
Dulu sebagian anak disini mungkin sama sepertiku. Bermain hujan didepan rumah bersama dengan orang tua. Orang tua mungkin tak mengerti imajinasi anaknya tapi mereka berusaha mewujudkan imajinasi itu menjadi terlihat nyata. Seperti aku yang ingin menaiki kuda dengan sangat tangguh ayah menyuruhku menaiki pundaknya. Ayah menggendongku di pundak seolah ia adalah se ekor kuda dan ibuku menjadi orang yang mengejar si kuda yang aku tinggangi tersebut. Tapi setelah lama berada dibawah hujan bibirku lama-kelamaan menjadi biru keunguan dan ketika itu ibu menyuruhku untuk kebali kerumah. Ntah apa yang terjadi jika aku masih tetap berada di bawah hujan.
Sama seperti saat di panti asuhan setelah sekian lama kami bermain hujan mereka selalu berteriak untuk menyurh kami berhenti bermain.
Hujan sepertinya menginginkanku untuk kembali berharap agar aku menangisi semua yang tejadi kepada orang tuaku.

suadah ada dalam wattpadku yang berjudul gerimis. 

Ketika Hujan Telah Reda (CERPEN)


SELAMAT DATANG

Perkenalkan nama saya Aila Radit, saya lahir di kota lamongan. Saya maju dan berkembang besama dengan pembaca setianya bernama AilaReaders

intermezo saja, blog ini berisikan semua karya saya selama bergelut di dunia sastra. mulai dari Cerpen Sampai puisi. dan masih banyak lagi yang berhubungan dengan duunia kesusastraan.

semoga mensinspirasi......