Hujan Kenangan
Banyak yang beranggapan bahwa sesuatu yang sulit adalah mengharapkan sesuatu yang telah pergi untuk kembali lagi.
Aku ingin sekali
keluargaku kembali seperti dulj lagi. Ketika hujan turun kita semua
berkumpul di ruang tengah menatap perapian dan ditemani dengan secangkir
teh hangat serta cerita dongeng dari ayah maupun ibu.
Kini semua telah menjadi
sebuah kenangan. Aku kini tinggal bersama teman-temanku yang senasib
denganku. Aku anak 9 tahun yang hidup tanpa kedua orang tua. Yah... aku
anak yatim piatu yang selalu berharap akan bertemu dengan keluarga baru.
Tapi aku tak memperdulikan itu. Kini aku sudah berkumpul dengan orang yang senasip denganku dan merekalah keluargaku sekarang.
Saat hujan tiba sebagian dari keluar untuk bermain air hujan yang datang bebarengan dari atas awan. Berlari kesana-kemari mengungkapkan imanjinasi yang ada dipikiran kami. Ada juga sebagian anak bermain bola.
Saat hujan tiba sebagian dari keluar untuk bermain air hujan yang datang bebarengan dari atas awan. Berlari kesana-kemari mengungkapkan imanjinasi yang ada dipikiran kami. Ada juga sebagian anak bermain bola.
Tertawa yang lebar
melepas semua cerita yang menjadi pahit itu. Tanpa ada beban. Hujan ini
seperti seketika menghilangkan derita.
Tak pedulikan dingin
yang menyelimuti tak peduli baju yang basah kuyup tak peduli air yang
kotor menjadi lumpur karena tanah yang tercampur air.
Banyak yang kita temukan
ketika kita bermain hujan di halaman. Tak jarang ada ikan-ikan kecil
yang hanyut terbawa banjir kecil. Ada barang barang yang hilang bisa di
temukan disini seperti kancing baju ntah milik siapa tergeletak di atas
tanah sendiri, kancin sekecil itu bisa menjadi hal yang sangat luar
biasa ketika imajinasi merajalela.
Dulu sebagian anak
disini mungkin sama sepertiku. Bermain hujan didepan rumah bersama
dengan orang tua. Orang tua mungkin tak mengerti imajinasi anaknya tapi
mereka berusaha mewujudkan imajinasi itu menjadi terlihat nyata. Seperti
aku yang ingin menaiki kuda dengan sangat tangguh ayah menyuruhku
menaiki pundaknya. Ayah menggendongku di pundak seolah ia adalah se ekor
kuda dan ibuku menjadi orang yang mengejar si kuda yang aku tinggangi
tersebut. Tapi setelah lama berada dibawah hujan bibirku lama-kelamaan
menjadi biru keunguan dan ketika itu ibu menyuruhku untuk kebali
kerumah. Ntah apa yang terjadi jika aku masih tetap berada di bawah
hujan.
Sama seperti saat di
panti asuhan setelah sekian lama kami bermain hujan mereka selalu
berteriak untuk menyurh kami berhenti bermain.
Hujan sepertinya menginginkanku untuk kembali berharap agar aku menangisi semua yang tejadi kepada orang tuaku.
suadah ada dalam wattpadku yang berjudul gerimis.